293 views 6 mins 0 comments

Subsidi Child Care bagi Perempuan Pekerja

In Opini, Serba-serbi
October 20, 2023

Industrialisme yang mulai muncul di Eropa dan Amerika pada abad ke-8 dan ke-9 membuat kaum wanita berduyun-duyun ke pabrik untuk mendapatkan upah tambahan, terlebih para perempuan proletar, dengan 8-9 jam kerja mereka relakan untuk tidak mengasuh dan menjadi sosok ibu kecuali pada malam hari (Soekarno, 2014, h. 158). Sama halnya dengan kaum perempuan Indonesia harus bekerja untuk menambah biaya untuk kebutuhan keluarga, perempuan dipaksa menjadi sosok optimal dalam kedua hal ini; bekerja dan berkeluarga, kalau pun mereka harus bekerja lantas anak mereka layak mendapatkan didikan yang dapat menggantikan sosoknya di rumah. Subsidi child care untuk perempuan bekerja menjadi salah satu solusi saat ini, karena inflasi yang tak dapat ditiadakan memaksa perempuan harus keluar dari rumahnya.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan adanya penurunan dari 44,29 persen menjadi 41,78 persen pada jumlah perempuan menikah berusia 16-49 yang bekerja baik di sektor formal maupun informal, ketika telah memiliki lebih dari dua anak, artinya perempuan yang memiliki dua anak akan memutuskan berhenti bekerja.

Pada data 2015 yang disebut oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 75 persen keluarga Indonesia sepakat untuk mengalihkan pengasuhan anak pada orang lain, baik temporer atau permanen. Data KPAI menunjukkan bahwa keluarga secara sadar membutuhkan orang lain ‘daycare’ untuk mengasuh anaknya, salah satu faktor karena mereka membutuhkan dana yang lebih untuk kebutuhan keluarga, sehingga memutuskan suami dan istri bekerja di luar rumah dan menitipkan anaknya ke daycare tersebut, namun tak banyak juga perempuan yang memutuskan untuk berhenti bekerja ketika mempunyai lebih dari dua anak.

Penurunan yang signifikan sebanyak 19 persen menjadi faktor bahwa partisipasi perempuan tidak lepas dari ekspektasi masyarakat bahwa perempuanlah yang merawat anaknya dan terlepas dari partisipasi kerja, sedangkan menurut Lina (2022) pertumbuhan ekonomi dan upah minimum provinsi berpengaruh secara signifikan pada tingkat pengangguran terbuka. Artinya, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor adanya tingkat pengangguran seperti halnya dengan perempuan dengan lebih dari dua anak yang memutuskan untuk berhenti bekerja, strategi yang digunakan alih-alih berhenti bekerja dan mengasuh anak seperti yang dibeberkan Asmawaty (2019) kebanyakan perempuan mengandalkan media sosial untuk berwirausaha sambil mengasuh anak, agar anak tetap mendapatkan perhatian lebih.

Pengambilan keputusan perempuan yang berhenti bekerja selaras dengan harga day care dan upah kerja yang didapat, Hasibuan (2022) menerangkan harga day care mulai dari Rp300.000-Rp5.000.000/bulan belum termasuk registrasi, selain itu upah minimum provinsi di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Rp1.800.000-Rp4.800.000/bulan (Ahdiat, 2022). Ketimpangan ini bukan hanya soal fleksibilitas jam kerja bagi perempuan, dampak berhentinya dan peran perempuan untuk mencari nafkah menjadi sorotan pemerintah atas ketiadaan subsidi dengan inflasi ekonomi yang kian meningkat.

Subsidi child care untuk perempuan yang bekerja menjadi salah satu topik yang sering dibahas atas ketimpangan ini, maraknya bisnis day care menjadi konotasi tersendiri bagi orang tua untuk menitipkan anak, sehingga mereka memutuskan untuk mengasuhnya sendiri. Kompensasi dari perusahaan secara tidak langsung menurut Efendi (2009, h. 282) salah satunya yaitu tunjangan jasa yang berhubungan dengan kerja misalnya pengasuhan anak yang di subsidi (subsidy child care), dan perawatan orang tua (elder care) (Tri, Survival, Hermawati, 2022).

Negara yang sudah seharusnya berperan aktif dapat memberikan penguatan pada regulasi yang telah ditetapkan di UU Ketenagakerjaan, sebagaimana perempuan juga wajib mendapatkan haknya, dengan begitu subsidi child care menjadi salah satu tunjangan yang bisa diberikan bagi perempuan, khususnya perempuan dengan upah rendah. Dengan begitu perempuan yang bekerja di perusahaan tidak lagi pusing memikirkan hak-hak yang harus diberikan pada anak, baik itu dari segi pendidikan dan psikologis.

Daftar Pustaka

Ahdiat, Adi (2022, November 09). Daftar Upah Minimum Provinsi Seluruh Indonesia Tahun 2022. Databoks. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/11/09/daftar-upah-minimum-provinsi-seluruh-indonesia-tahun-2022#:~:text=Menurut%20laporan%20Badan%20Pusat%20Statistik,Indonesia%20mencapai%20Rp2%2C72%20juta

Asmawaty, Andi Cipta (2019, Agustus 30). Ibu Bekerja di Indonesia Butuh Subsidi Penitipan Anak. Magdalene. Diakses dari https://magdalene.co/story/ibu-bekerja-di-indonesia-butuh-subsidi-penitipan-anak

Badan Pusat Statistik (2022). Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Diakses pada 16 Desember 2022

Hasibuan, Linda (2022, Agustus 01). Sudah Full WFO? Ini Kisaran Harga Daycare dan Fasilitasnya. CNBC Indonesia. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220801155244-33-360206/sudah-full-wfo-ini-kisaran-harga-daycare-dan-fasilitasnya

https://www.bps.go.id/statictable/2020/10/21/2111/laporan-survei-demografi-dan-kesehatan-indonesia.html

Marliana, Lina. (2022). Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Minimum terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia. Ekonomis: Journal of Economics and Business6(1), Maret 2022, 87-91

Ratnasari, N. T., & Hermawati, A. (2022, April). Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus of PT. Virama Karya (Persero) Cabang Jawa Timur). In Conference on Economic and Business Innovation (CEBI) (pp. 1860-1870).

Soekarno. (1963). Sarinah Kewadjiban Perempuan dalam Perdjoangan Republik Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Buku Karangan Soekarno.

Ulfa, Rahayu. (2019, Desember 03). Riset KPAI: 44 Persen Daycare di 9 Provinsi Tak Berizin. Kumparan News. Diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/riset-kpai-44-persen-daycare-di-9-provinsi-tak-berizin-1sNBIs25l7d/full

Sumber Gambar: depositphotos

Ns. Khadijah
/ Published posts: 5

Perempuan yang suka marah, kadang nulis kadang TikTokan