82 views 5 mins 0 comments

Sederet Perhatian yang Harus Dijalankan Perusahaan untuk Mewujudkan Kesehatan Pekerja Perempuan

In Opini, Serba-serbi
September 02, 2024

Pemberlakuan yang tidak sesuai antara peraturan dalam Undang-undang dengan realitas masih sering terjadi. Khususnya saat ini banyaknya pekerja perempuan yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam hal keselamatan kerja. Perempuan masih mendapatkan bentuk-bentuk diskriminasi seperti seksisme yang menggap bahwa perempuan adalah manusia kelas kedua dan minoritas, sehingga posisinya dianggap tidak begitu krusial karna tidak menguntungkan kepentingan perusahaan atau pabrik tempat bekerjanya.

Sebagaimana yang tercantum pada pasal 86 ayat (1) undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 diubah menjadi undang-undang cipta kerja nomor 11 tahun 2020 yang mengatur bahwa setiap pekerja berhak atas keselamatan kerja dan Kesehatan kerja, kesusilaan, dan Kesehatan yang layak dengan martabat kemanusiaan dan nilai-nilai agama. Begitu pula dengan undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS (Administrasi Jaminan Sosial) dan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2015 tentang penyelenggara program jaminan kompensasi pekerja dan jaminan kematian. (Astuti, D. Y., Hayatuddin, K., Pettanase, I., & Mahfuz, A. L. (2023).

Pemeliharaan Kesehatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dan sebaik-baiknya. Ini merupakan upaya Kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif). Upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidaklah sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, sehingga sudah selayaknya diupayakan penggalangan kemampuan masyrakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Tak hanya itu saja, pengusaha tetap berkewajiban untuk mengadakan pemeliharaan Kesehatan tenaga kerja yang meliputi Promoting, Pencegahan (preventif), Penyembuhan (kuratif), dan Pemulihan (rehabilitative). (Susiana, S. (2019).

Tingkat kesehatan yang buruk juga dapat diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja, serta kemungkinan adanya penyakit endemik, pandemik, atau epidemik. Kesehatan seorang pekerja sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu pertama, beban kerja berupak fisik, mental, dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuan perlu untuk diberi perhatian; kedua, kapasitas kerja yang banyak tergantung pada Pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya; ketiga, lingkungan kerja sebagai beban tambahan baik berupa fisik, kimia, bilogili, erogomik maupun aspek psikososial. (Darmayanti, E. (2018).

Adapun hak-hak pekerja perempuan yang wajib untuk diperhatikan oleh perusahaan untuk dilakukan oleh perusahaan adalah pertama, Hak Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan yakni sebagiamana yang tertuang di dalam pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan. Pekerja perempuan memiliki hak selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan pasca melahirkan; kedua, Hak Perlindungan Selama Masa Kehamilan. Pembahasan ini terdapat di dalam UU ketenagakerjaan pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa membahayakan bagi kandungannya dan dirinya sendiri; ketiga, Hak Cuti Keguguran yaitu pekerja perempuan yang mengalami keguguran juga memiliki hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan dengan disertai oleh keterangan dokter kandungan; keempat, Biaya Persalinan yaitu berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedkiti Rp. 1.000.00/bulan wajib mengikutsertakan karyawan dalam program jamsostek. 

kelima, Hak Menyusui merupakan hak selanjutnya yang tertera pada pasal 83 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pekerja yang menyusui minimal diberi waktu untuk menyususi atau memompa ASI pada waktu jam kerja; keenam, hak cuti menstruasi. Banyak wanita yang masih belum memahami dan mengetahui tentang hal ini, walaupun pada aturannya tertera jelas setiap pegawai perempuan memiliki hak untuk cui menstruasi pada hari-hari pertama dan kedua periode haidnya. Hal terebut tercantum didalam pasal 81 UU ketenagakerjaan. 

Selanjutnya ketujuh, Peraturan Lembur, shif malam, dan jam kerja sebagaimana terdapat di dalam Pasal 76 UU ketenagakerjaan, pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang untuk dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Perusahaan   juga   dilarang   mempekerjakan   pekerja perempuan  hamil  antara  pukul  23.00  sampai  dengan  pukul  07.00; kedelapan, Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Khusus terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Permen 03/Men/1989, mengatur tentang larangan  PHK  terhadap pekerja  perempuan  dengan  alasan menikah, hamil, atau melahirkan. Hal ini juga diatur dalam konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 8 bahwa  sekembalinya ke tempat  kerja,  perusahaan  dilarang  melakukan diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang baru saja kembali setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya serta mendapatkan gaji yang sama dengan gaji yang diterima sebelum cuti melahirkan. (Hetharie, Y., & Tulia, A. L. (2020)).

Sederet peraturan terkait ketenagakerjaan yang melibatkan perempuan sudah tercantum dengan jelas. Akan tetapi sampai saat ini, tidak semua perempuan pekerja merasakan keadilan sesuai dengan peraturan yang tercantum. Lantas, untuk apa peraturan tersebut lahir? Tugas kita bersama kemudian adalah menjadi garda terdepan untuk mendorong dijalankannya peraturan yang seadil-adilnya sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Salmawati Rumadan
/ Published posts: 2

Kandidat Doktoral Universitas Kristen Indonesia