306 views 3 mins 0 comments

Refleksi Akhir Tahun, Mempertanyakan Posisi Perempuan untuk Menyambut Tahun Politik

In Agenda, Kolektif
January 01, 2024

Suasana pergantian tahun masih menyelimuti Kota Malang, 31 Desember 2023. Orang-orang berbondong-bondong menuju tempat rekreasi hingga membuat jalanan mancet tak karuan. Akan tetapi, berbeda dengan ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir di acara Laporan Akhir Tahun KPuK (Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan) di Kantor Rumpun, Jln. Merpati Selatan No. 8 Sukun. 

Mereka yang hadir dalam acara tersebut, berkisaran 26 orang dari organisasi yang berbeda-beda, di antaranya akademisi FISIP Brawijaya, YLBHI LBH Pos Malang, PKBI Bali, Serikat PRT (Pekerja Rumah Tangga “Anggrek Maya”, RKP (Rumah Kepemimpinan Perempuan) “Panca Rona”, MCW, dan Rumpun. Kedatangan mereka menjadi warna yang indah bagi kekuatan masyarakat sipil untuk saling bahu-membahu dalam gerakan perempuan. 

Acara diawali diskusi bersama dengan mengusung Posisi Perempuan dalam Ranah demokrasi, dipandu oleh Ina salah satu panitia penyelenggaraan kegiatan laporan akhir tahun tersebut. Bagi Ina, tidak ada hal yang paling krusial akhir-akhir ini, selain mempertanyakan kedudukan perempuan di dalam demokrasi. Sehingga lahir diskusi ini. 

Pemaparan pertama dilakukan oleh Juwita Hayununing Prastiwi selaku akademisi FISIP UB, yang menjelaskan secara gamblang posisi perempuan di dalam demokrasi diikuti beserta data-data yang valid. Pemaparan tersebut, diamiinkan oleh semua peserta forum bahwa praktiknya posisi perempuan dalam ranah demokrasi masih mengalami ketimpangan yang luar biasa, bahkan posisi dianggap hanya pelengkap saja, bukan pendobrak ataupun penggerakan dalam perubahan sosial yang ada. 

Tak heran apabila, perempuan sering kali mengalami kekerasan politik jika ia mencalonkan dirinya dalam perhelatan politik di negeri. Juwita pun kembali menjelaskan, “Kita sama-sama sepakat untuk memperbaiki ketimpangan gender dalam ranah politik, yang mesti terlebih dahulu diperbaiki adalah instansinya. Apa instansi itu? Pastinya partai politik.”

Diskusi semakin membara, para pegiat sosial yang tergabung dalam diskusi tersebut perlahan memberikan statement sesuai dengan konteks realita yang ada. Semua berpendapat bahwa posisi perempuan saat ini memang menunjukkan dinamika dengan kecenderungan pelemahan yang luar biasa. Walaupun kuota jumlah legislatif di parlemen sudah mulai meningkat, namun kenyataannya belum mampu memberikan atmosfer pro-gender dalam arah politik. 

Redaksi angkatsuara.id

Tidak hanya soal instansi politik yang masih maskulin, tetapi perempuan juga terhalang dalam segala hal, misalnya budaya, sosial, hingga ekonomi. Lalu, diskusi ini juga sangat menarik ditambah dengan hadirnya Retty Ratnawati (Komisioner Komnas Perempuan).  Baginya untuk memutus rantai itu, kita juga mesti memberikan pendidikan politik perempuan sejak dini dan di berbagai tingkatan umur. 

Selanjutnya, acara ditutup dengan laporan akhir tahun KPuK sebagai salah satu pertanggungjawaban selama satu tahun. Mereka bergerak dalam advokasi kebijakan publik untuk membentuk atmosfer gender di Malang Raya dan aktif memberikan pendidikan publik soal perempuan ke khalayak. 

Gambar: Redaksi angkatsuara.id