277 views 8 mins 0 comments

Perlindungan Pada Pekerja Perempuan Perspektif Hukum

In Opini, Serba-serbi
October 29, 2023

Perlindungan kerja umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin, tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa musibah atau kecelakaan kerja.

Bagi pengusaha dengan adanya keselamatan kerja dalam perusahaannya dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial, sedangkan bagi pemerintah, dan masyarakat, dengan adanya peraturan keselamatan kerja, apa yang direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan, baik kualitas maupun kuantitas (Ony Rosifany, 2019).

Seseorang yang melakukan pekerjaan pada dasarnya disebut sebagai pekerja. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 menjelaskan pengertian dari pekerja/buruh yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (R., 2020). Berdasarkan kebijakan Pemerintah dalam merancang peraturan mengenai program perlindungan dan pengembangan tenaga kerja yaitu mengatur ketenagakerjaan, jaminan kerja untuk mencegah diskriminatif, khususnya terhadapan perempuan sehingga memastikan mendapatkan haknya, seperti cuti haid, melahirkan, dan menyusui (Tantimin, Elizabeth Sinukaban , 2021).

Pekerja/buruh perempuan yang bekerja di sektor perindustrian dan ekonomi masih rentan akan mendapatkan perlakuan yang tidak sama bagi pekerja lain. Hal ini disebabkan karena pekerja/buruh perempuan pada umumnya bertenaga lemah, namun halus dan tekun; norma-norma susila bagi pekerja/buruh perempuan harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari pekerja/buruh laki-laki terutama bila dipekerjakan pada malam hari; pekerja buruh perempuan umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat dan tenaga perempuan.

Padahal pada prinsip penempatan tenaga kerja wanita pada suatu perusahaan adalah bahwa setiap tenaga kerja wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam satu perusahaan tertentu sesuai dengan keahlian juga kemampuan yang dimilikinya dengan tidak melupakan kodrat wanita yang mempunyai sifat lemah lembut, teliti, dan cenderung lemah (Mulyani Djakaria, 2018).

Selama ini pembahasan mengenai hak tenaga kerja perempuan dirasa kurang menjadi topik perbincangan yang hangat. Apalagi bila meninjau kembali persepsi pemikiran mengenai hak-hak pekerja perempuan, hal tersebut dirasa kurang begitu diperhatikan. Penelitian sebelumnya Jaelani (2018) menyimpulkan bahwa hukum wanita yang bekerja adalah mubah atau diperbolehkan, namun setidaknya pekerja wanita harus tahu posisi dan kedudukannya di rumah, masyarakat dan di lingkungan tempat kerja. Penelitian lainnya mengenai persoalan kaum wanita yang dilandasi dengan pedoman syariat seperti Wartini (2016) yang berhubungan dengan pemikiran Quraish tentang perempuan melalui tafsirnya.

Tulisan ini menyimpulkan interpretasi sensitif gender dapat dipertimbangkan dalam penafsiran. Pembaharuan ini mengalami kemajuan perlahan dan pasti, dapat dibuktikan dengan tidak adanya penolakan dalam penafsiran ketika ia menafsirkan ayat-ayat tentang wanita dan isu-isu gender. Hal serupa juga seperti penelitian Zulaiha dan Busro (2020) yang menegaskan bahwa prinsip-prinsip liberalisme yang digunakan oleh Husein Muhammad selain menggunakan analisis keadilan gender yang dijadikan dasar saat ia melakukan penafsiran al-Quran. Hasilnya, tafsirnya bukan hanya sarat dengan pesan keagamaan, melainkan juga menjadi bagian dari ekspresi identitas kiai feminis dalam perkembangan tafsir di Indonesia (N. Noorchasanah, 2020).

Menurut Setyowati hak-hak pekerja perempuan dapat digolongkan menjadi empat bagian dan dikelompokkan menjadi beberapa kategori, sebagai berikut.

  1. Hak-hak pekerja perempuan di bidang Reproduksi: hak cuti haid, hak cuti hamil dan keguguran, hak atas pemberian kesempatan menyusui.
  2. Hak-hak pekerja perempuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja: pencegahan kecelakaan kerja, penetapan waktu kerja sesuai peraturan, pemberian istirahat yang cukup.
  3. Hak-hak pekerja perempuan di bidang Kehormatan Perempuan: penyediaan petugas keamanan, penyediaan WC yang layak dengan penerangan yang memadai dan dipisah antara laki-laki dan perempuan; dan
  4. Hak-hak pekerja perempuan di bidang Sistem Pengupahan: upah setara dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama dan cuti yang dibayar.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa “Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.”

Terdapat hak-hak yang harus didapatkan perempuan baik sebelum, saat maupun setelah melakukan pekerjaan. Sebelum mendapatkan pekerjaan seorang perempuan memiliki hak yang sama dengan pria dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga perempuan melaksanakan seleksi tanpa adanya diskriminasi. Saat mendapatkan pekerjaan perempuan juga berhak mendapat upah sesuai dengan pekerjaannya, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk meningkatkan pekerjaan ke tingkat lebih tinggi, dan juga hak untuk mendapat pelatihan dalam meningkatkan kualitas pekerjaannya (Khakim, 2014).

Setelah mendapat pekerjaan akan ada saatnya di mana perempuan berhenti dan meninggalkan pekerjaannya. Ketika pekerjaannya berakhir maka berhak mendapatkan pesangon sesuai dengan kinerjanya selama masih bekerja. Pekerja perempuan berhak mendapatkan perlindungan demi menjaga kepastian hak pekerja bagi perempuan berkaitan dengan norma kerja, seperti waktu kerja, istirahat, dan waktu cuti.

Di Indonesia, pengaturan pekerja khusus sebagai objek perlindungan tenaga kerja, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus bagi para pekerja/buruh perempuan, anak dan penyandang cacat, sebagai berikut.

  1. Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan.
  2. Perlindungan Anak.
  3. Perlindungan Penyandang Cacat.

Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan meliputi:

  1. perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha;
  2. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
  3. perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat; dan
  4. perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja.

Adapun hak-hak tenaga kerja yang lain menurut Abdul Hamid Mursi (Abdul, 1997), di antaranya sebagai berikut.

  1. Hak memilih pekerjaan yang sesuai.
  2. Persamaan pria dan wanita dalam bekerja.
  3. Hak memperoleh gaji yang sesuai dengan pekerjaan.
  4. Hak cuti dan keringanan pekerja.
  5. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan.

Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan.”

Perlindungan terhadap pekerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan, tanpa adanya diskriminasi atas apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja yakni Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana dari perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan (Syamsul Alam1 & Mohammad Arif, 2020).

Sumber Gambar: Freepik.com

Salmawati Rumadan
/ Published posts: 2

Kandidat Doktoral Universitas Kristen Indonesia