217 views 8 mins 0 comments

Peran Pendidikan, Orang Tua, Lingkungan, dan Masyarakat Untuk Kesetaraan Gender

In Opini, Serba-serbi
February 10, 2024

Saya seorang anak rantau dari salah satu pulau yang dijuluki oleh orang-orang dengan sebutan “Pulau Seribu Masjid”. Dengan niatan merantau ke Pulau Jawa, lebih tepatnya Jawa Timur di Kota Malang. Yang menjadi salah satu alasan pergi merantau ke Pulau Jawa secara umum, yakni memang perspektifnya Pulau Jawa bagi kami-kami anak rantau yang berasal dari luar Pulau Jawa, menggambarkan bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau dengan tingkat kemajuan yang lebih tinggi dari pulau-pulau yang lain. Dengan alasan itu, kami atau lebih khususnya saya memberanikan diri untuk pergi merantau ke Pulau Jawa. Memberanikan diri mengadu nasib untuk mencoba peruntungan untuk kehidupan yang lebih baik, entah itu untuk bekerja atau menuntut ilmu.

Karena saya merupakan anak rantau, akhirnya menjadikan diri saya menjadi anak kos yang harus lebih mandiri dalam melakukan semua hal, terutama memenuhi kebutuhan pokok seperti makan. Dalam kehidupan rantau anak kos, seperti saya memiliki dua waktu untuk makan, antara pagi dan siang, pagi dan malam atau, yang lebih sering adalah siang dan malam. Biasanya pun saat makan ini memiliki dua opsi juga, apakah masak sendiri atau membeli makan di luar? Akan tetapi, karena saya orang yang lebih suka hal-hal praktis, saya memutuskan untuk membeli makan diluar.

Ada banyak hal yang menarik bagi saya dalam setiap kali membeli makan di pinggir jalan, yaitu sebuah interaksi dan komunikasi. Dalam setiap kesempatan banyak interaksi dan komunikasi yang terjadi. Namun, kebetulan pada malam kesekian saya keluar membeli makan, ada satu pokok topik menarik, yang saya dengar dari bapak penjual nasi goreng langganan saya dengan seorang ibu-ibu pembeli yang bersama anaknya untuk membeli nasi goreng.

Di mana topik pembicaraanya seputar tentang sekolah sang anak, mulai dari kualitas, harga hingga ingin melanjutkan ke sekolah mana. Yang menarik ketika saya mendengar obrolan ini adalah bapak penjual nasi goreng dan ibu pembeli ini, sama-sama memiliki seorang anak perempuan SD yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang SMP hingga seterusnya. Pada topik obrolan ini sering kali bapak penjual nasi goreng dan ibu pembeli membicarakan kualitas sekolah yang ada. Salah satu kalimat menarik yang membuat saya berpikir, di mana sang bapak penjual sepat dengan pendapat ibu pembeli yang mengatakan, jika diartikan dengan bahasa Indonesia mengatakan “Apalagi anaknya perempuan loh, harus diberikan pendidikan yang lebih dan harus lebih diperhatikan dengan diberikan pendidikan yang layak pada tempat yang lebih bagus juga pak.”

Tak terbayang, masih banyak para orang tua tidak terlalu memikirkan tentang pentingnya pendidikan, terkadang faktor sosial budaya di sana telah mengukuhkan sistem patriarki yang menyebabkan keterbelakangan bagi perempuan. Banyak ditemukan para orang tua mengatakan sangat susah merawat dan menjaga anak perempuan daripada anak laki-laki. Perspektif ini seharusnya dapat diubah, dimana para orang tua harus berperan aktif turut serta membantu untuk masa depan yang lebih baik untuk sang anak.

Jika melihat data UNICEF 2019. Di seluruh dunia, terdapat 129 juta anak perempuan yang putus sekolah, dimana termasuk 32 juta anak perempuan yang duduk di bangku sekolah dasar, 30 juta anak perempuan duduk di bangku sekolah menengah pertama, dan 67 juta anak perempuan duduk di bangku sekolah menengah atas. Diketahui pula di negara yang terdampak konflik, anak perempuan dua kali lipat lebih mungkin putus sekolah dibandingkan dengan anak perempuan yang tinggal di negara tidak terdampak konflik. Unicef memperkirakan hanya 49% negara yang telah mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan dasar, 42% dalam pendidikan menengah pertama, dan 24% dalam pendidikan menengah atas. Terdapat berbagai alasan yang menghambat Pendidikan anak perempuan, antara lain seperti kemiskinan, pernikahan dini dan kekerasan berbasis gender. Hal ini sangat bervariasi di antara negara dan juga komunitas. 

Banyak anak perempuan mendapatkan kekerasan, perdagangan manusia, dipaksa menikah dini, kekerasan seksual, di mana hal ini sering di dapatkan oleh anak perempuan. Mereka mengalami hal seperti ini hanya karena dilahirkan sebagai anak perempuan bukan anak laki-laki. Maka perlu adanya sebuah langkah yang jelas dan pasti untuk mengilangkan padangan bahwa perempuan hanya dilihat sebagai objek semata. Maka hal pertama yang bisa merubah kondisi tersebut adalah dengan memberikan pendidikan yang layak, sehingga menjadikannya dapat tumbuh dengan sehat, aman, berdaya dalam memperjuangkan hidup dan masa depannya. Selain itu, bagi anak perempuan, pendidikan sangat membantu dan berguna sebagai bekal untuk dapat mendidik anak-anak mereka kelak.

Namun, kondisi tersebut tak berhenti pada pemberian pendidikan yang layak semata. Ada hal yang perlu diperhatikan juga, seperti kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai, menyebabkan kesadaran masyarakat dalam pendidikan anak cukup rendah, pengawasan dari orang tua pada keselamatan anak perempuan, kesetaraan ketersedian akses, dan penerapan nilai berbasis kesetaraan gender. Faktor-faktor di atas inilah yang akhirnya menimbulkan dampak kesenjangan yaitu pendidikan dan perkembangan masyarakat yang rendah dan lemah khususnya terhadap anak perempuan. Sehingga cara pandang masyarakat terhadap perempuan hanya pada urusan dapur, perut dan seksualitas.

Bagi lingkungan sekitar dan budaya yang memandang anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi dan lebih baik untuk menikah serta mengurus rumah tangga, kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan menjadi salah satu faktor utama adanya ketidaksetaraan gender. Seperti, yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan haruslah setara antara laki-laki dan perempuan. Mengapa? Karena baik laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama khususnya dalam bidang Pendidikan, sehingga nantinya mereka akan menghargai dirinya dan menganggap bahwa mereka berharga serta memiliki potensi dalam hidupnya. Bagi seorang perempuan, pendidikan sangat penting sebagai bekal dirinya dalam mendidik anak, mengurus rumah tangga, bekerja, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Perempuan akan merasa berharga dan berguna jika ia telah setara dan mandiri, serta dapat mengandalkan dirinya sendiri. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memiliki pemikiran yang luas, dapat menyelesaikan berbagai permasalahan tanpa mengandalkan orang lain, dan dapat bersaing dengan laki-laki di dunia kerja.

Dari percakapan bapak penjual nasi goreng dan ibu pembeli ini membuat saya tersentuh dan berpikir. Jika kebanyakan orang tua berpikir seperti ini, mungkin saja ketidaksetaraan dan diskriminasi gender yang terjadi pada anak perempuan bisa dihilangkan. Apabila para orang tua memiliki pemikiran yang maju dan terbuka untuk anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak, sebagai bekal mereka untuk tumbuh dan berkembang. Tidak hanya bagi anak laki-laki, anak perempuan pun berhak mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga anak perempuan memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri dan tidak ada lagi perbedaan yang dialami anak perempuan agar mereka pun tidak merasa rendah diri. Bisa dipastikan akan ada masa depan yang menjanjikan dengan kesetaraan yang adil dapat tercipta.

Sumber Gambar: Freepik

Zaidan Zainaddin
/ Published posts: 3

Pegiat Sosial