313 views 4 mins 0 comments

Mengenang Kisah Kemanusiaan Bu Ade

In Tokoh
September 22, 2023

“Bagi saya, kemanusian itu universal bukan berlaku di Indonesia. Nilai kemanusiaan itu lintas agama, lintas etnis, lintas negara, lintas bangsa,”

Nukilan Bu Ade Rostina, yang dikutip oleh BCC Indonesia telah memberikan pejelasan yang begitu bernas ihwal ‘Kemanusiaan’. Kata tersebut sering kali terdengar di segala sudut ruang dan waktu, namun acapkali terhempas oleh ruang dan waktu pula. Tak jarang kata itu menjadi slogan yang tak pernah usai di setiap rezim yang berkuasa. Akan tetapi, terabaikan oleh ketamakan penguasa hingga mengaburkan makna yang hakiki. 

Bu Ade, begitulah khalayak memanggilnya; perempuan yang selalu dihiasi dengan pernak-pernik di sekitar wajahnya hingga membuatnya begitu elok dipandang. Perempuan yang dijuluki sebagai Ibu Dua Negara ini terkenal sebagai perempuan yang gigih tanpa pamrih memperjuangkan kemanusian tanpa embel-embel apapun. 

Tatkala kebanyakan orang bungkam menyuarakan kemanusian di tengah kediktatoran militer Soeharto, Bu Ade malah sebaliknya. Ia menjadi garda terdepan dengan berani dan hati yang tulus untuk membantu para tahanan dan narapidana politik. Walaupun segala aktivitasnya ditentang oleh keluarganya, sebab hal tersebut sangat berisiko terhadap hidupnya. Akan tetapi, ia tetap melakukan dengan penuh keikhlasan dan rasa senang yang menyelimuti hidupnya. 

Sejarah merekam perempuan yang memiliki nama lengkap Ade Rostina Sitompul ini tak hanya kerap menolong tahanan politik orde baru, tetapi juga andil dalam setiap sejarah kemanusiaan. misalnya menolong kawan-kawan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada peristiwa 27 Juli 1996 hingga tragedi Santa Cruz di Timor Leste. Kendatinya, ia sering kali dicap sebagai peghianat atau penjual negara sebab bersentuhan dengan peristiwa kekerasan di Timor Leste. Hati ibu lima anak ini tak bisa menerima adanya kekerasan kemanusiaan, hingga menggerakkan dirinya untuk ikut andil di setiap fenomena kekerasan tersebut. Tujuannya adalah membantu korban dari dampak kekerasan tersebut. 

Selain itu, Bu Ade juga menegaskan bahwa “Saya merasa (tindakan kemanusiaan) itu perintah dari agama yang saya yakini. Dalam alkitab, salah satu ayatnya berbunyi ‘Aku memilih engkau sejak engkau dalam kandungan ibumu’. Itu yang banyak mempengaruhi saya. Walaupun takut, saya berusaha hilangkan rasa takut saya, dan nasihat Yap Thiam Hien banyak mempengaruhi saya,” seseorang yang telah memiliki kedalaman spiritual dan intelektual menjadikannya andil pada setiap ruang sosial, sebagai salah satu mandat dari maha-penguasa sebagai pemilik semesta alam ini. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bu Ade, setiap rintangan ia terjang atas nama kemanusiaan dan mandat agama. 

Seyogianya, kita mesti belajar dari Bu Ade, bahwa menetapkan perjuangan atas kemanusian tidak hanya sekadar persamaan atas bangsa, keluarga, ataupun ras. Akan tetapi, memaknai kemanusian itu mesti luas. Apapun yang terjadi atas nama kekerasan kemanusiaan disebabkan berbagai hal, harus menempatkan korban sebagai manusia yang perlu diberi kasih dan rasa aman. Karena setiap rumah yang kokoh tidak dibangun atas kekerasan, tetapi dengan kasih.  Walaupun rumah yang kita sebut sebagai bangsa ini belum mampu menuntaskan sejarah kemanusian yang terjadi, keadilan macet, namun kekerasan terus berjalan, seperti fenomena Kanjuruhan yang baru-baru ini juga belum tuntas terkuak di permukaan. 

Salah satu media (Indoprogress) pernah menulis ihwal Bu Ade tentang akhir masa tuanya. Ia tak pernah mengeluh secara berlebihan, marah, atau geram dengan sitausi politik yang makin hari makin carut marut. Kendatinya Bu Ade di dalam lubuk hati sangat kecewa terhadap situasi tersebut, namun mejadikanya tetap kritis usia yang terbilang tak produktif. Perhatiannya sangat tertuju pada isu persekusi berdasarkan agama/keyakinan terhadap kalangan minoritas.

Jerih payah, kerja keras, dan komitmennya serta kedisiplinannya atas aktivitas kemanusian menjadikannya meraih Yap Thiam Hien Award (sebuah penghargaan terhadap orang-orang yang dianggap berjasa dalam memperjuangkan hak asasi manusia pada 1995). Perlu digarisbawahi penghargaan yang diberikan padanya, seyogianya bukan soal Ade Rostina Sitompul sebagai aktivis kemanusian. Akan tetapi, karena nilai ataupun keyakinan yang dipegang teguh dalam menjalankan praktik kehidupan sosial menjadikanya berhak merima penghargaan tersebut. 

 

Sumber gambar: memoaraderostina.wordpress.com

Miri Pariyas
/ Published posts: 5

Redaksi Angkatsuara.id