336 views 4 mins 0 comments

Inner Child: Tidak Ada Orang Tua yang Salah Didik, Ini Salah Rudal

In Edisi khusus, Gaya Hidup, Mental Health
November 19, 2023

Siapa yang tidak memiliki inner child? Apakah ada pada diri pembaca sekalian yang tidak merasakannya? Inner Child merupakan jiwa atau sifat kekanakan yang dimiliki seseorang. Sifat ini bisa memberikan dampak positif dan negatif, tergantung pengalaman saat masa kecil. Inner Child akan tetap ada dan berdampak pada perilaku sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Baik dan buruknya sifat itu juga tak jauh dari norma masyarakat yang diyakini saat itu.

Modern ini banyak yang membahasakan Inner Child sebagai sesuatu yang negatif, seperti pada kalimat “aku masih punya Inner Child yang belum selesai” dan kalimat-kalimat serupa. Padahal Inner Child sendiri tidak melulu jelek, ada baiknya juga. Sebelum muncul istilah Inner Child di Indonesia belakangan ini, penulis mencari artikel dan jurnal (mayoritas di tahun 2021 hingga sekarang), Inner Child baru menjadi isu yang empuk untuk dibahas.

Banyak tulisan-tulisan yang memberikan tips dan trik bagaimana cara “memeluk” Inner Child, bagaimana memuaskan ego sifat kekanakan, hingga berdamai dengan diri sendiri. Sampai tulisan ini muncul, bisa diklaim bahwa belum ada yang meneliti soal alasan mengapa sebutan Inner Child ini muncul di indonesia. Apa penyebabnya? Sedikit terpikirkan oleh penulis bagaimana suatu tatanan masyarakat bisa terbentuk dalam teori konstruksi sosial, dan mengapa dampaknya dapat dirasakan hingga saat ini?

Sejauh yang penulis tahu, isu Inner Child muncul disebabkan oleh netizen. Mereka mengunggah konten di akun media sosialnya, walaupun kebanyakan hanya bersifat nasehat. Inner Child mulai dibicarakan oleh generasi Alpha (2011-2025) dan Z (1995-2010), mayoritas dua gen Z tersebut yang “doyan” bersosial media (lihat data We Are Social). Selanjutnya, orang-orang yang lahir sebelum ‘95 disebut milenial, kelahiran 80 dan 64 ke bawah adalah orangtua yang dikenal sebagai gen X dan baby boomer.

So… pernah terbayangkan, pada saat apa generasi boomer dan generasi x menghadapi masa remajanya? (masa Quarter Life Crisis, jika meminjam istilah anak-anak jaman now). Pada tahun-tahun itu, sangat banyak terjadi konflik, langgengnya kekuasaan rezim “penak jamanku to?” hingga normalisasi budaya yang patriarkal. Oh… tidak lupa juga dengan kalimat semacam “awas kamu jadi PKI!” atau “Eh, anak PKI!” (Tolong dibayangkan dulu, jangan langsung komentar 😄)

Sampai sini, apakah sudah terbayang masa-masa yang terjadi saat itu? Dalam perlawanan dan pemikiran para orang tua (yang kadang kalau curhat ke psikolog disebut “Keluarga Toxic” itu), ada banyak hal yang tidak bisa dipikirkan secara bersamaan. Sebagai manusia, apakah mau memikirkan negara atau keluarga, Eh, ralat! Maksudnya, mau memikirkan negara atau mental health?

Boro-boro mikirin mental health anaknya, hidup selamat saja sudah alhamdulillah ya, kan.

Ini bukan pembenaran atas trauma dan kurangnya pemenuhan inner child. Akan tetapi, yang perlu diubah adalah cara berpikir. Tidak semua melulu salah bapak dan mbok-mu nduk, iki salah wong-wong kui loh (ini salah orang-orang itu loh), ekonomi ditekan, perampasan hak di mana-mana, orang hilang dalam sekejap bagaikan iklan pembersih kaca (yang gatau itu namanya Cling).

La… sekarang syukur-syukur banyak media yang mengangkat isu Inner Child dan bagaimana mengatasinya. Akan tetapi, tulung siji (tolong satu), mbok kalau dapat informasi apapun soal keluarga jangan ditelan mentah-mentah. Pahit… itu pahit kalo ditelan mentah-mentah. Nah, kira-kira yang penulis katakan relevan, tidak? “Loh, kok jadi kita yang disalahin, udahlah Inner Child buruk, tambah tulisan ini bikin ga mood“. Bukan begitu maksud penulis, core of core before close the door, karena sudah banyak media yang memberikan informasi penyelamat diri, sekarang penulis mau ngasih sedikit analisis ecek-ecek kalau-kalau penasaran. “Loh kok bisa ya orang tua dulu kayak gitu?” “Emang orang tua dulu kena mental juga ga ya pas perang?”

Orang tua kita dulu bukan hanya kena mental, tapi juga kena rudal, bosque.

Sekian, ditunggu tulisan penulis soal babak kedua dari tulisan ini. Syukur-syukur ada yang berminat mau meneliti isu ini. 😄

Sumber Gambar: pinterest.com

Ns. Khadijah
/ Published posts: 5

Perempuan yang suka marah, kadang nulis kadang TikTokan