182 views 4 mins 0 comments

Buruh Perempuan yang Terpinggirkan dan Dipinggirkan

In Agenda, Kolektif
May 10, 2024

Secara seremonial hari buruh memang berlalu, lantas apakah setiap hari bukan hari buruh? Selama orang itu bekerja dan menerima gaji maka ia adalah buruh, baik pekerja informal maupun formal. Dengan demikian, maka seyogianya setiap hari adalah hari buruh. Tanpa mereka tidak akan pernah terjadi aktivitas ekonomi yang berjalan.

Tepat pada 9 Mei 2024, Women Ngalam Bergerak melakukan diskusi yang bertajuk “Cerita Pekerja Perempuan yang Terpinggirkan”sebuah diskusi yang teramat sensitif dan seksi untuk dibicarakan. Namun, mereka cukup berani, tentu bagi mereka tidak ada yang bisa dilakukan untuk melakukan keberpihakan selain terus membumikan isu tersebut; agar khalayak paham, bahwa kesetaraan dan keadilan gender masih sukar untuk dicapai. Sebab, masih banyak ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Diskusi ini, dibuka oleh salah satu pegiat sosial sekaligus penggerak Women Ngalam Bergerak yang namanya tak asing untuk dikenal yakni Bung Kevin. Dia membukan dengan begitu santai dan memperkenalkan satu per satu para pemateri kepada peserta, dia pun mejelaskan bahwa kekerasan terhadap buruh perempuan terus terjadi, bahkan absennya negara pun menambah kerumitan akan kebebasan dan perlinduangan terhadap buruh perempuan saat bekerja. 

Buk Nur begitulah nama panggilannya. Perempuan yang memakai batik biru duduk di samping moderator, mulai membicara bagaimana kesukaraan menjadi seorang pekerja rumah tangga, baginya adanya organisasi Anggrek Maya mampu menjadi wadah pertemuan pekerja rumah tangga untuk saling berkeluh kesah. 

Keluh mereka bukan untuk bergosip, tapi keluh mereka adalah menyamakan  nilai yang terus dipupuk untuk memperkuat fondasi mereka dalam bergerak. Tujuannya agar tak tumbang, agar tak putus nafas perjuangan mereka. Buk Maya pun mejelaskan bahwa keinginan di organisasinya adalah mengusahakan seluruh anggotanya memiliki kontrak kerja yang jelas. Selama ini mereka amat jarang mendapat perilaku yang kurang baik dari majikan mereka. Mereka tak mendapat hak-hak berkerja selama menjadi pekerja rumah tangga. Bahkan adanya mereka selalu dianggap sebagai budak. Buk Maya pun kembali menegaskan perlu adanya payung hukum untuk melindungi mereka, kita tahu bahwa payung hukum mengenai Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang masih magkrak dan belum ada kejelasan. 

Dan pemateri selanjutnya yang jauh-jauh datang dari Surabaya yaitu bung Lingga dari YLBHI Surabaya, dia memaparkan bahwa seorang pekerja rumah tangga ataupun buruh sering kali tak memiliki jam yang pasti, tak memiliki kontrak kerja yang jelas, tak memiliki hak-hak pekerja, dan sering kali absennya hak cuti untuk perempuan. 

Tidak hanya itu, bung Lingga juga menceritakan kisah memilukan terhadap buruh perempuan mengalami kriminalisasi sebut saja “Dwi Kurniawati”. Bagi Lingga, hak buruh harus terus dilindungi dan diperjuangkan. Dwi hanya salah satu dari sekian banyak buruh yang menjadi korban atas kesewenang-wenangan pemilik modal.

Kemudian, di tengah perjalanan diskusi bung Kevin sebagai moderator meminta doa kepada para peserta atas meninggalkan tokoh budayawan tersohor di Malang, dan doa yang indah pula kepada Marsinah, buruh perempuan yang dibunuh serta kasus pembunuhannya pun masih belum terselesaikan hingga hari ini. 

Tanya-jawab pun dilakukan para peserta pun menanyakan sesuatu seputar buruh perempuan, pekerja rumah tangga, bahkan ada pula yang memberikan pendapat bahwa buruh perempuan sering kali mengalami eksploitasi di tempat kerja. Ada pula terdapat sesi cerita megenai sulitnya menjadi single parent sekaligus menjadi seorang pekerja. 

Dan acara pun ditutup dengan menyatakan dukungan untuk segera disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga; menuntut Pengadilan Negeri Surabaya untuk membebaskan Dwi; dan hentikan kriminalisasi terhadap buruh, khususnya buruh perempuan.