233 views 4 mins 0 comments

Keluarga Kaktus: Menjadi Keluarga yang Tidak Cemara, Itu Tak Apa!

In Asuh, Gaya Hidup
January 05, 2024

Ilalang bergoyang setelah rintihan hujan, gerimis pertama di Malang setelah sekian lama angin panas yang panjang. Semilir angin membawa tawa lirih melalui sela-sela bambu. Bangunan joglo, kumpulan orang berdiskusi, dengan pakaian dominan gelap. Tak lupa, bumbulan asap rokok yang dihembuskan melalui bibir juga gelap, terjepit di sela telunjuk dan bersila kaki dengan sepatu yang gelap pula. 

Pernah sekali salah satu video muncul di beranda gawai, dengan tulisan “Aku keluarga cemara vs kamu keluarga huru-hara”, memberikan pesan pada penontonnya dari kehidupan si pemilik video, bahwa keluarga pemilik video adalah keluarga cemara yang menikah dengan keluarga pasangan yang huru-hara alias tidak cemara. Algoritma memang sangat tepat dibanding janji manis para aktor politik, video serupa ikut bermunculan, sebab saya menonton hingga habis video tersebut. 

Denotasi dari video tersebut tidak bisa dibantah, tetapi tak dipungkiri banyak juga konotasi keluarga cemara yang dibuat agar tidak tercemar. Bagaimana tidak? Setelah seharian melihat video hiburan yang sangat memberikan kecanduan itu, saya banyak merenung soal “Keluarga Cemara”. Kalau-kalau, saya berkelahi dengan saudara saya, video TikTok soal “Barang siapa yang melawan kakaknya, atau membenci adiknya, maka dia termasuk orang durhaka kepada kedua orang tuanya,” diunggah melalui GKB alias Grup Keluarga Besar. Tidak lain video tersebut tertuju kepada saya, yah meskipun saya tidak peduli. 

Banyak diskusi soal literasi dan sensitifitas kehidupan, hingga saya mengambil kesimpulan, bahwa keluarga cemara adalah keluarga yang selalu ada, oh jangan lupa selalu ada di sini yang saya maksud adalah, selalu ada saat dibutuhkan, baik nasehatnya, baik tenaga bantu-bantunya, dan paling penting duitnya. Nia Ramadhani pernah bilang dalam salah satu podcast “Duit itu ga penting,” bisa jadi benar karena yang dia tolak itu adalah konglomerat dengan stereotip Satu perempuan mana cukup bro!! Tapi, senyuman itu, belaian itu, genggaman tangan itu, dan pertanyaan itu, “Apa kamu senang hari ini?” mungkin menjadi paket spesial bagi beberapa orang, terutama Mbak Nia Ramadhani, hingga dia bisa berkata, “Duit itu ga penting,” ini hanya kemungkinan saja.

“Dek….awas jatuh,” suara lembut dan lambaian tangan yang sedikit keriput memanggil cucunya. Hamparan hijau diselimuti rumput gajah mini, dengan kaki mungil berlarian ke sana ke mari dan mata berbinar sembari mengangguk, mengiyakan agar tidak terjatuh. “Ini, lagi nemenin ibunya ngisi materi, sambil ngajak jalan-jalan cucu,” kata salah seorang akademisi dengan gelar profesor itu. 

Dan lagi, saya termenung “keluarga cemara” yang bagaimana? Apakah semua harus menjadi pohon cemara? Atau keluarga “cendana” (ini paling tidak mungkin ha ha?) Kenapa kita tidak boleh menjadi keluarga kaktus? Kenapa semua orang harus mempunyai keluarga yang bahagia? Keluarga kaktus juga tidak buruk, meskipun banyak duri tertancap pada tubuhnya tapi ia selalu tumbuh dan bisa hidup saat kekeringan. Kaktus selalu bisa survive dan beradaptasi, meski sesekali ia mempunyai duri yang “kadang” menyakiti pohon cemara, terbukti dari video di atas. Menjadi keluarga huru-hara itu bukan pilihan, tapi realitas keadaan keluarga yang sangat kaktus banget.

Ilalang bergeol-geol, gradasi warna merah muda, dan putih tulang menjadi front ground dari perjamuan keluarga cemara. Ilalang adalah gulma, gulma yang buruk bagi pertanian, tapi kali ini ilalang menjadi garda terdepan sebagai keestetikan rumah joglo dan si keluarga cemara itu. 


Sumber gambar: Freepik.com

Ns. Khadijah
/ Published posts: 5

Perempuan yang suka marah, kadang nulis kadang TikTokan