233 views 4 mins 0 comments

Aku Berhak Bahagia

In Asuh, Gaya Hidup
January 03, 2024

Semenjak menikah dan menjadi ibu, duniaku tidaklah diriku sendiri. Namun, duniaku adalah suamiku dan anakku. Tak banyak ibu akan rela berkorban, mementingkan keluarganya lebih dari kepentingan dirinya sendiri. Dia berusaha memastikan suami dan anaknya bahagia, memenuhi kewajibannya, sampai lupa hak yang semestinya ia dapatkan. Mungkin bukan lupa, namun dia menahan untuk mendapatkannya. Tentu demi suami dan anaknya.

Bukan suatu kesalahan mementingkan suami dan anak terlebih dahulu. Itu adalah bentuk kasih sayang seorang istri dan ibu. Tapi, saat seorang ibu terlalu memaksakan dirinya untuk kebahagian suami dan anaknya hingga lupa kebahagiaan dirinya sendiri inilah yang salah. 

Dari awal aku menjadi istri dan seorang ibu aku adalah tipe yang egois. Kenapa egois? Karena aku selalu memperdulikan diriku sendiri terlebih dahulu. Aku harus memastikan diriku sehat, kuat, bahagia, dan tenang. Karena ada suami yang perlu aku layani, ada anak yang perlu aku rawat dan asuh dengan penuh kasih sayang. Aku merasa saat diriku baik-baik saja makan segala sesuatu yang aku kerjakan untuk suami dan anakku akan berdampak positif.

Memang, tak jarang aku akan mengeluh merasa lelah dan bosan. Itu wajar Bu, dengan banyaknya pekerjaan di rumah dan berulang-ulang setiap harinya, siapa yg tidak bosan dengan hal tersebut? Jika rasa lelah dan bosan itu datang, jangan dipendam, coba ceritakan kepada pasangan, bercerita bisa menjadi salah satu self healing bagi para ibu. Jangan lupa ambil waktumu sendiri (me time) sekadar keluar makan sendiri tanpa suami dan anak, olahraga, berkumpul bersama teman atau segala macam me time yang membuat dirimu merasa recharge energy.

Keadaan seorang ibu sangat mempengaruhi seisi rumah. Saat aku merasa diriku lagi capek-capeknya, mood yang tidak baik, segala apa yang aku kerjakan akan terasa berat dan tidak selesai. Rasanya ngerjain pekerjaan rumah tidak ikhlas, ngasuh anak marah-marah tidak sabar, sampai anak jadi pelampiasan, suami kena omel terus. Intinya semua berantakan. Hal ini terlihat sepele tapi kita tidak pernah tahu jika terus menerus dibiarkan mungkin anak kita akan tumbuh dengan melihat ibunya yang sering marah-marah, dan komunikasi dengan suami yang bisa memburuk. Karena suami sendiri pasti ada saatnya merasa lelah dan butuh dukungan, jika ibu tidak dalam keadaan baik-baik, mana bisa akan menghibur dan menenangkan suami.

Itulah mengapa kadang aku harus sedikit egois. Contoh kecil anak gtm (gerak tutup mulut) adalah waktu yang menguras emosiku. Maka saat itu aku tak bisa memaksakan makanan harus selalu masuk dengan paksaan. Bukannya anak nurut, malah akan semakin memberontak bahkan bisa trauma. Aku Beri jeda sebentar untuk anakku dan diriku. Aku memastikan diriku tak terpancing emosi dengan cara, “Ya, sudah mama makan duluan ya,” atau “Ya, udah adek mau main dulu, mama me time dulu.” Setelah memastikan aku baik-baik saja dan tidak akan emosi, perlahan ajak anak makan lagi. Gak papa makan sedikit, gak papa sampai habis, gak papa harus dilepeh, yang terpenting sudah berusaha, dan saat itupun tanpa disadari anak juga berusaha menghargai usaha ibunya kok.

Aku Berhak Bahagia bukan suatu kalimat yang egois untuk seorang ibu. Aku harus bahagia demi suami dan anakku, agar mereka juga bahagia. Rasa bahagia tidak akan pernah hadir selama kita terlalu memaksakan diri. Rasa bahagia akan hadir dengan sukarela saat hati kita merasa tenang dan nyaman, saat kita merasa dibutuhkan, dan saat kita merasa disayang. Jadi, jangan pernah sungkan atau berat meluangkan waktu untuk diri sendiri. Karena dampak self healing dan me time itu bener bener nyata demi kewarasan seorang ibu. Hindari lingkungan yang penuh toxic dan hal-hal negatif yang hanya membuat mental breakdown dan merasa kita tidak berharga.

Sumber Gambar: https:freepik.com

Siva Roikhana
/ Published posts: 2

Pedagang Sembako