198 views 5 mins 3 comments

Aku dan Ceritaku Sebagai Ibu dan Istri 

In Asuh, Gaya Hidup
October 03, 2023

Aku seorang ibu anak satu, dan istri seorang pedagang sembako. Keseharianku mengurus anak, membantu suami berjualan sembako, dan kadang diselingi kesibukan jualan online. Kesibukan berjualan itu pun kulakukan untuk membantu suamiku. Sehingga Aku pun sedang mencoba terjun di dunia konten kreator. Belum mahir, memang, sebab baru memulai, masih sangat awal dan butuh banyak belajar. Tapi, melakukan banyak pekerjaan membuat kebingungan untuk menentukan prioritas. 

Terlepas dari semua hiruk pikuk pekerjaanku, orang-orang mengenalku sebagai pribadi yang sabar, nerimo, mudah bergaul, dan segala macam hal baik yang mereka pikirkan tentangku. Nyatanya, tidak seperti itu! Aku hanyalah ibu dan istri yang memiliki banyak kekurangan. Sering marah, mengeluh, serta kesal; bahkan kekesalanku ini, sering kali Aku luapkan kepada anakku yang belum paham apa-apa. Dia—yang masih kecil—harus merasakan bentakan atau bahkan cubitan saat, emosiku meluap. Namun, dibalik hal itu, sungguh Aku tak ingin melakukannya, “Maafkan mama nak, sungguh Mama bukanlah Mama yang baik.”

Terkadang di depan banyak orang, Aku terlalu menuntut diriku untuk menjadi ibu dan istri yang sempurna, agar bisa menjadi contoh yang baik untuk ibu lainnya, nyatanya itu menjadi ibu yang ideal sangat melelahkan. Aku selalu merasa tidak puas atas pencapaianku, selalu merasa kurang, dan insecure. Mengapa Aku bisa seperti ini? Kadang pertanyaan ini hanya berputar di otakku, tanpa Aku tau apa penyebabnya. Mungkin Aku tau penyebabnya, tapi diri ini menolak mengetahuinya. Banyak sekali yang Aku tuntut dari suamiku, Aku ingin suamiku, seperti ini dan itu, tanpa sadar Aku tidak berkaca tentang diriku sebagai istri. 

Di setiap saat Aku hanya meminta kepada Rabbiku agar Aku selalu diberikan kesabaran lebih, kekuatan lebih, keikhlasan lebih untuk mengemban amanah besar ini, menjadi ibu dan istri yang baik bagi anak dan suamiku, “Maafkan mama yang masih jauh dari kata sempurna, ya nak. Maafkan istrimu pula yang masih banyak kekurangannya.”

Mengapa untuk jujur pada diri sendiri itu tidak mudah? Aku tidak bisa, tapi pura-pura bisa, Aku tidak kuat, tapi pura-pura kuat, Aku tidak hebat, tapi pura-pura hebat, dan segala bentuk kepura-puraan lainnya kuperankan hingga membuat diriku tak berdaya. Bukankah itu yang membuat diri sendiri lelah, dan saat lelah sudah memuncak, hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi. Musuh terbesar seseorang adalah diri sendiri. Dan benar musuh terbesarku adalah diriku sendiri. Berperang dengan diri sendiri itu, sungguh melelahkan, tidak pernah ada habisnya, tidak ada ujungnya.

Wajar bagi seseorang ingin menunjukkan versi terbaiknya di depan orang lain. Karena dia ingin mendapatkan pengakuan, Aku ingin menunjukkan versi terbaikku di depan anakku dan suamiku. Bahkan aku ingin diakui bisa menjadi ibu dan istri yang hebat di depan mereka. Dan saat mereka berkata, “Aku bangga memiliki ibu dan istri sepertimu, maka itu adalah suatu hal yang selalu didengar oleh seorang ibu dan istri dari anak dan suaminya.”

Aku bukan seorang ibu profesional, si paling parenting atau si paling kreatif. Saat pekerjaan rumah menumpuk, harus nyambi jaga toko, belum kalau pengin jadi konten kreator dan aktif harus ngedit video dan pekerjaan rumah yang masih banyak lagi. Akhirnya, screen time adalah jalan ninjaku saat anak sudah mulai aktif-aktifnya. Tak bisa dipungkiri Aku yang merantau dan jauh dari keluarga, meng-handle segala macam pekerjaan hanya berdua dengan suami sangat melelahkan. Kadang anak pun dicuekin, dibiarkan main sendiri, dan kita fokus dengan hp masing-masing dengan dalih kita butuh me time. Padahal bagi anak kita, ibu dan ayah adalah dunia mereka, mereka butuh ditemani.

Aku bukan ibu yang pandai membagi waktu, pandai dalam pekerjaan rumah tangga, pandai dalam financial rumah tangga, atau pandai seperti ibu-ibu di luar sana yang sudah menjadi banyak panutan. Aku hanyalah ibu yg memiliki banyak kekurangan dan ingin terus belajar. Paling tidak saat Aku lelah, Aku boleh mengeluh, Aku boleh marah, Aku boleh menangis tapi Aku tidak boleh berhenti. Entah hanya bergerak atau berjalan bahkan bisa berlari, paling tidak ada perubahan sedikit demi sedikit menjadi lebih baik. Pesanku satu untuk semua perempuan yang sedang memerankan peran sebagai ibu ataupun istri, kalian hebat, kalian cantik, dan kalian kuat. Semangat!!



Sumber gambar: Pinterest.com

Siva Roikhana
/ Published posts: 2

Pedagang Sembako

3 comments on “Aku dan Ceritaku Sebagai Ibu dan Istri 
Leave a Reply