184 views 8 mins 0 comments

Melampaui Batas: Opresi Perempuan dan Lingkungan dalam Kapitalisme

In Opini, Serba-serbi
October 11, 2023

Juli 2023, dirilis sebuah data yang mengatakan bahwa jumlah CO2 di atmosfer melonjak hingga mencapai 419,38 ppm (parts per-million) dan suhu udara sebagai dampaknya juga meningkat sekitar 1,34 derajat celcius jika dibandingkan dengan zaman revolusi industri pertama [1]. Tentu data ini hanyalah angka, namun tidak dapat dianggap sepele, sebab tanda tersebut sangatlah berbahaya dan harus dipertimbangkan bersama-sama. Bahkan di masa yang akan datang, kita mungkin tidak lama lagi akan menghadapi peningkatan suhu ekstrem hingga mencapai 1,5 derajat celcius. Tidak hanya itu, disertai dengan isu lain yang mendesak, yaitu polusi udara yang telah merampas nyawa sekitar 6,67 juta jiwa, menjadikannya sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah tekanan darah tinggi dan merokok [2],[3].

Namun, jauh dari pusat sorotan yang disebutkan di atas, ada dimensi lain yang sama pentingnya dalam menjaga alam semesta, yakni peran perempuan. Di dunia ini, peran perempuan berkelindan dengan alam, semisal menjadi pelindung hutan, air, hingga pemasok makanan dari  hasil pertanian. Kendatinya, kebanyakan dari mereka kurang menyadari hal tersebut. Padahal mereka yang memegang kendali. Bahkan di negara berkembang kontribusi mereka hingga 80 persen di sektor pangan [4].

Akan tetapi, dibalik peran pentingnya, perempuan terjebak dalam labirin ketidaksetaraan gender yang terbentuk pada sistem patriarki yang semakin merusak dunia ini. Akibatnya mereka dibatasi dalam akses ke sumber daya dan peluang, kemudian risiko yang mereka hadapi dalam situasi krisis semakin besar, seperti halnya juga kekerasan seksual.

Di dalam situasi perubahan iklim, kita menghadapi sesuatu yang bisa disebut sebagai “pengganda ancaman”. Sebagai contoh, dapat dilihat dari dampak Cyclone Idai yang melanda Mozambik, Zimbabwe, dan Malawi pada 2019. Pada peristiwa tersebut, perempuanlah yang paling terdampak dari bencana tersebut, khususnya ancaman ihwal kesehatan mereka dan meningkatnya kekerasan seksual [5]. Bencana serupa juga terjadi di Ethiopia, sebuah negara yang mengalami kekeringan dan banjir yang memaksa sekitar 200.000 orang meninggalkan rumahnya dan mendiami tempat hunian. Alhasil, situasi ini memunculkan kekhawatiran, di mana mayoritas perempuan yang tinggal di tempat penampungan pun, acap kali terkena kekerasan seksual di tempat tersebut [5].

Selain itu persoalan polusi udara adalah ancaman langsung bagi perempuan. Data terbaru mengungkapkan perempuan menjadi sasaran utama dari polusi udara yang membahayakan dan dampaknya lebih besar daripada laki-laki. Mereka tidak hanya berjuang melawan partikel-partikel beracun ini, tetapi juga melawan kurangnya akses ke fasilitas kesehatan yang dapat menyelamatkan nyawa, dan kurangnya informasi yang dapat mendukung pemahaman mereka tentang bahaya ini [6]. 

Paparan jangka panjang pada tingkat polusi tinggi bahkan mengakibatkan penyakit jantung kronis, penyakit pernapasan, infeksi paru-paru, kanker paru-paru, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya [7]. Seiring dengan semakin jelasnya bukti dampak kesehatan dari polusi udara, kita dapat belajar bahwa menghirup polutan dapat berakibat buruk, bahkan juga bagi kesehatan calon ibu karena polusi udara juga meningkatkan tingkat kehilangan kehamilan [6].

Kita perlu menarik benang merah, siapa kambing hitam dari masalah yang tengah terjadi. NASA juga telah menyimpulkan bahwa selama satu abad terakhir, pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak telah meningkatkan konsentrasi karbon dioksida (CO2) dalam atmosfer [8]. Hal tersebut adalah faktor tertinggi dari perubahan iklim dan polusi udara. Namun, anehnya dunia justru sedang dihebohkan dengan bank-bank besar yang mengalirkan triliunan dolar ke dalam ekspansi industri-industri yang paling menghasilkan emisi di seluruh dunia. [9]. Jelas hal ini bertentangan dengan perjanjian paris yang telah disepakati guna mencapai zero emissions. Tentu hal tersebut bagian dari sistem kapitalisme, yang sangat mudah mengacaukan alam demi investasi dan dalih pembangunan ekonomi. 

Untuk mengatasi situasi yang terjadi, gerakan ekofeminisme hadir guna mengatasi dominasi kapitalisme dan patriarki [10]. Kapitalisme yang ingin memperoleh banyak keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan, kemudian dominasi patriarki juga memiliki representasi maskulin membawahi peran feminim yang dimiliki perempuan; yang mana teori ini membutuhkan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan beserta keterlibatannya dalam perbaikan lingkungan [11].

Salah satu contoh adalah gerakan perempuan pegunungan Kendeng di Rembang yang menolak pembangunan tambang semen. Aksi ini tidak lepas dari dua tokoh perempuan yang berhasil membuat paguyuban yang di dalamnya mendiskusikan dampak-dampak lingkungan yang mungkin terjadi dikarenakan aktivitas tambang ini, terutama ekonomi. Jika janji pembangunan ini adalah untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), namun Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Rembang menyebutkan bahwa berdasarkan catatan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 di Rembang adalah 4,4%. Sumbangan sektor pertanian adalah 44,75%, sektor perdagangan 17,38% dan paling kecil adalah sektor pertambangan sebesar 1,67%. Hampir 50%  penghasilan yang masyarakat dapatkan adalah dari pertanian, dan bayangkan dampak lingkungan yang terjadi jika pertanian ini berkurang. [12] Praksis ini  mencerminkan perjuangan populer global yang sama-sama menentang industri ekstraktif dan memperkuat alternatif bersama, melibatkan perempuan untuk mengantarkan manusia ke era pasca fosil [13].

Sehingga penting untuk diingat bahwa perempuan adalah bagian penting dalam solusi. Mereka bukan hanya pengelola kebutuhan sehari-hari, namun juga aktor utama dalam upaya memperbaiki dunia ini. Dengan demikian, diperlukan perubahan sosial yang lebih besar, termasuk penanggulangan ketidaksetaraan gender dan tanggapan terhadap dampak negatif kapitalisme. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan dunia yang berkelanjutan dan melibatkan perempuan secara aktif dalam melindungi lingkungan.

Daftar Pustaka :

Global CO2 Data. 2023. Diakses tanggal 31 Agustus 2023, dari https://earth.org/data/global-co2-data/

Global Temperature Records. 2023. Diakses tanggal 3` Agustus 2023, dari https://earth.org/data/global-temperature-records/

Hannah Ritchie and Max Roser. 2017.  Air PollutionPublished online at OurWorldInData.org. Diakses tanggal 8 Agustus 2023, dari ‘https://ourworldindata.org/air-pollution’

Global Women’s Issues: Women in the World Today, extended version. diakses tanggal 2 September 2023, dari https://opentextbc.ca/womenintheworld/chapter/chapter-11-women-and-the-environment/

Why climate change increases gender inequality. 2020. diakses tanggal 3 September 2023. dari . https://www.weforum.org/agenda/2020/07/climate-change-environment-women-equality-inequality-parity

Shetty, Disha. 2021. Why air pollution conversations leave out women’s health. Dikases tanggal 2 September 2023, dari https://www.devex.com/news/why-air-pollution-conversations-leave-out-women-s-health-102011

Chawla, Krrish. 2023. Air pollution may affect women’s health in these 7 shocking ways (healthshots.com). Diakses tanggal 3 September 2023, dari  https://www.healthshots.com/how-to/how-to-get-rid-of-unhealthy-lifestyle/

Human Activity Is the Cause of Increased Greenhouse Gas Concentrations.  Diakses tanggal 7 September 2023 dari https://climate.nasa.gov/causes/?ref=hir.harvard.edu

Noor, Dharna.2023.Banks pouring trillions to fossil fuel expansion in global south, report finds. Diakses tanggal 7 September 2023 dari https://www.theguardian.com/us-news/2023/sep/04/banks-pour-trillions-fossil-fuel-expansion-global-south-report-says

Buckingham, S. (2015). Ecofeminism. Dalam J.D. Wright (Editor), International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (Edisi Kedua). Elsevier. ISBN 9780080970875. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.91020-1

Sarkar, Udhriti. 2022. Literature and Environment: The Importance of Ecofeminist Fiction in Environmental Protection. Femi-nism in India, diakses tanggal 3 September 2023dari  https://feminisminindia.com/2022/01/17/importance-of-ecofeminist-fiction-in-environmental-protection/

Fitri, Annisa, dan Akbar, Idil. 2017. Gerakan Sosial Perempuan Ekofeminisme di Pegunungan Kendeng Provinsi Jawa Tengah Melawan Pembangunan Tambang Semen. CosmoGov 3, no. 1 (2017): 83. https://doi.org/10.241 98/cosmogov.v3i1.12634.

Leigh Brownhill, & Terisa E. Turner. (2019). Ecofeminism at the Heart of Ecosocialism. Capitalism Nature Socialism, 30(1), 1–10. doi:10.1080/10455752.2019.1570650

sumber gambar: detakusk.com



Nachil Iqbal
/ Published posts: 1

Pemerhati Lingkungan